“Dunia ini bagai panggung sandiwara” demikian bait lagu “Panggung Kehidupan” God Bless. Berbeda dengan skenario sinetron yang menjemukan dan kurang memiliki nilai-nilai moral, malah mendidik konsumtif dan hedonis. Skenario hidup Mbah Surip dan Rendra memberi makna.
Kemerdekaan hakiki ternyata telah dinikmati oleh Mbah Surip, penyanyi yang pernah menggelandang dan hidup dari jalanan dengan mengamen itu telah bebas ‘merdeka’ dari beban yang selama 63 tahun dinikmatinya. Tak ada derita maupun sesal dalam dirinya.
Kualitas spiritual Mbah Surip begitu jumawa. Kecerdasan moral, ketulusan dan kejujuran begitu tampak dari wajah polos beliau. Banyak sedekah dalam harta dan jiwa kepada teman seniman dan lingkungan di mana Mbah Surip pernah menggelandang adalah kekuatan dalam kehidupan sosialnya. Harta bukan sebagai dewa dalam kehidupannya, kekuatan moral yang tinggi dalam kesuksesannya. Niat baik dan berpikir positif terhadap semua orang, adalah sikap beliau yang sering diceriterakan sahabatnya.
Skenario Tuhan telah memberi jalan yang begitu indah bagi hidupnya. Di puncak kejayaannya, Mbah Surip hanya menikmati selama 3 bulan kesuksesannya – April sampai Agustus 2009 – Tuhan telah memanggilnya. Senyum dan bagai orang sedang tertidur sambil tersenyum tampak dalam badan terbujur kaku jenazahnya.
Begitu pula dengan Mas Willy, Rendra Sang Burung Merak yang meninggal 2 hari setelah Mbah Surip. Itulah skenario yang indah dari Tuhan, yang mungkin bisa dipetik oleh kita, tentang kesahajaan hidup dan jiwa berkorban buat orang lain. Menghibur, menyenangkan orang lain dan memberi warna kehidupan bagi orang lain. Walau dirinya menderita, tetapi kebahagiaan dan suara hati manusia bagi keduanya harus dikabarkan.
Kesahajaan Mbah Surip mungkin telah mencerminkan sisi kesederhanaan orang Indonesia asli. Senyum, santun, tahan akan penderitaan dan berjuang terus merupakan laku hidup sebagian masyarakat Indonesia.
Namun kesederhanaan dan sikap santun warga Indonesia telah dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab dengan ‘mengamankan’ dirinya di sekitar kehidupan masyarakat Indonesia yang ramah. Warga pun tanpa curiga menerima kehadiran para pelaku teror, walau banyak perilaku yang ‘aneh’. Sehingga mereka dibuat kaget, ketika terjadi penangkapan di tetangga, atau komplek perumahannya. Bahkan Noordin M Top dan jaringannya telah menyihir sebagian pemuda untuk direkrut melakukan ‘jihad’ yang bukan pada tempatnya.
6 tahun, dari 2003 hingga 2009. Masyarakat sudah disilapkan matanya oleh gerakan Noordin M Top and gang berkeliaran dari rumah satu ke rumah lainnya. Sehingga perburuan terhadap dirinya selalu gagal, dan menghasilkan berita teror yang menakutkan karena masih bebas dan suatu saat dapat menjalankan aksinya lagi.
Perburuan Noordin M Top yang di Temanggung dan Bekasi pun menghenyak warga sekitarnya setelah beberapa media memberitakannya. Hampir semua media memberitakan penangkapan yang menghebohkan itu. Di Temanggung yang semula berita mengabarkan Noordin M Top tewas dikepung ternyata hanya Ibrohim, seorang ‘pengantin’ bom. Di Jati Asih Bekasi, media memberitakan tentang temuan polisi berkaitan dengan skenario pemboman rumah Presiden dan istana yang akan dilakukan para teroris. Warga di sekitar tempat kejadian pun seolah baru tersadar, bahwa di sebelahnya ada sarang pembunuh.
17 Agustus sebagai hari kemerdekaan pun telah memberi makna yang sangat dalam, bahwa meraih kemerdekan itu mengorbankan jiwa raga untuk seluruh warga bangsa, bukan untuk sebagian golongan. Para pejuang dan pahlawan kemerdekaan itu telah menyerahkan nyawanya untuk kemerdekaan seluruh negeri Indonesia.
Jasanya terkenang dan berkesan dalam sanubari anak bangsa. Tinta emas telah mengisahkan perjuangan dalam perang dan diplomasi merebut kemerdekaan. Heroisme dan buah fikiran cerdas berkaitan dengan negeri ini sebagai hasil karya para pemikir bangsa pun tertuang dalam berbagai buku. Bukankah ada peribahasa bahwa harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan amal perbuatan.
Hidup adalah pilihan. Kita mau dikenang karena kebaikan kita atau dikenang atas keburukan dan kejahatan yang kita lakukan. Karena sejatinya skenario hidup itu misteri, ada yang meninggal dengan kondisi tersenyum. Ada juga orang yang tewas mengenaskan dengan tembusan peluru dan dikepung puluhan aparat. Semua itu pilihan. Namun alangkah indahnya jika kehidupan dunia ini diisi dengan kebaikan dan kesahajaan hidup yang bermakna buat diri dan masyarakat. Bukankah hidup ini harus bermanfaat buat orang lain dan memberi kedamaian buat sesama?
Jumat, 21 Agustus 2009
Bukan Sekedar Merdeka
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar