Kamis, 26 Agustus 2010

Membebaskan Dari Tuhan-tuhan Dunia


"Hening" itulah yang dikisahkan saat turunnya Al-quran. Muhammad SAW, saat menerima ayat pertama dalam pengasingan diri (khalwat) di gua hiro, sebuah gua yang berada di gunung Nur (Jabbal Nur), sekitar 6 km sebelah timur Mekah. Baca! kata (ayat) pertama yang mengandung makna begitu dalam dan luas. Membaca diri (introspeksi) dan menyelami kondisi masyarakat yang begitu bar-bar, berkasta dengan menghalalkan segala cara untuk saling menguasai.

Dari keheningan itulah. Muhammad Al Amin, yang dipercaya, memang berbeda dengan masyarakat Quraisy umumnya. Lebih banyak diam dan menjauhi perbuatan orang-orang Arab zaman itu, yang senang berfoya-foya dan rakus kuasa, harta dan wanita.
Begitu keluar dari pengasingannya, secara perlahan dan senyap Muhammad melakukan gerakan yang tidak diduga dampaknya hingga sekarang. Sehingga wajar Michael H. Hart, seorang ahli astronomi dan ahli sejarah terkenal di Amerika Serikat dalam bukunya "The 100", menempatkan Muhammad di urutan pertama yang memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat di dunia.

Dengan bekal jati diri yang dipercaya, dan Al quran, petunjuk langsung dari Tuhan seluruh alam. Muhammad melakukan perombakan segala kehidupan manusia. Hingga Islam, ajaran - ad dien - yang disebarkannya benar-benar memberi kedamaian dan ketenangan bagi seluruh isi alam raya ini.

Nuzulul quran, turunnya kitab suci yang memberi konsep-konsep kehidupan yang selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia. Karenanya, quran hakikatnya diturunkan untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema manusia dan seisi alam, apa pun dan di manapun.

Dengan bahasa yang indah, berbeda dengan bahasa Arab umumnya. Bahasa Al Qur'an, bukanlah bahasa sehari-hari. Menjadi bahasa pengantar Allah kepada manusia. Keunggulan dan keindahan bahasa dan struktur kalimatnya, sulit ditandingi oleh bahasa-bahasa lainnya. Bukan hanya kemudahan diingat dan enak dilantunkan serta nikmat didengar. Bahasa quran juga berada pada kedalaman struktur, keseimbangan , dan tatanan informasi yang sulit dibandingkan dalam dunia tata tulis manusia.

Alquran yang turun dalam hening, telah menjadi fundamen Muhammad dalam merubah kondisi sosial jahiliyah Arab dan menyebar seantero dunia. Sejatinya, peringatan rutin nuzulul quran dan malam lailatul qadar yang banyak ditunggu umat muslim. Juga dapat berdampak pada segala kehidupan sosial.

Karena Quran sebagai pengingat dan pedoman mengingatkan bahwa setiap muslim yang membaca quran adalah manusia paripurna yang memiliki jiwa luas, arif dan pantang menyerah. Jadi diri yang menebar kebaikan dan kedamaian segala umat. Memerangi kebodohan, kemiskinan dan kesombongan dunia yang memabukkan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran, surah Al Fathir ayat 19: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi".

Dengan sholat, secara vertikal menyerahkan dan menggantungkan diri hanya kepada Sang Khalik. Dan secara horizontal berimplikasi menghargai dan menyebar dengan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan. Minimal sifat rahman dan rahim, kasih sayang terhadap sesama. Memberi nafkah orang yatim dan membantu orang susah. Membebaskan manusia dari tuhan-tuhan dunia, harta, tahta dan wanita.

Jika melihat kondisi ummat Islam pada saat al-Quran diturunkan, semua peristiwa di masa lalu itu dibangkitkan melalui perenungan. Jadi ada kesamaan konteks ketika al-Quran diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya.

Momentum peringatan nuzulul quran, yang tahun ini jatuh pada bulan Agustus. Hari Kemerdekaan ke-65 RI. Mampu memberi kemerdekaan bagi diri dan masyarakat. Sehingga Islam, benar-benar merasuk hingga ke relung jiwa terdalam, dan memberi kedamaian dan rahmatnya dirasakan seisi alam.
Selengkapnya...

Rabu, 25 Agustus 2010

Dicari Guru Kreatif

Pendidikan merupakan tanggungjawab seluruh elemen masyarakat. Namun kualitas hasil pendidikan tidak dipungkiri terletak di pundak para guru, sebagai pelaksana pendidikan.
Beban ini semakin berat dengan hadirnya teknologi informasi yang juga mempengaruhi kehidupan peserta didik dalam kehidupan masyarakat. Menuntut ekstra keras para pendidik dalam menjawab tantangan jaman.


Sementara hakikat pendidikan itu merupakan proses transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Hal ini berkaitan dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatakan bahwa pendidikan itu sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jelas pengertian itu menunjukkan bahwa salah satu tugas pendidik dalam hal ini guru untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran di sekolah. Jika pendidikan hanya mentransfer ilmu pengetahuan semata, maka kekhawatiran Paulo Freire bahwa pendidikan hanya ibarat sistem bank (banking-system). Dalam artian peserta didik dianggap sebagai safe-deposit-box dimana guru mentransfer bahan ajar kepada peserta didik. Menurut Freire, pendidikan itu harus merupakan upaya memanusiakan manusia.

Sementara menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses transformasi kehidupan ke arah yang lebih baik secara terus menerus. Pendidikan menurut Dewey, bukanlah tujuan, melainkan perkembangan tanpa akhir, seperti hidup itu sendiri. Pendidikan menurutnya tidak berbicara mengenai angka, melainkan nilai.

Mengingat beberapa pengertian di atas dan tuntutan kehidupan di masyarakat, bahwa pendidikan merupakan pencapaian peserta didik dalam pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan (kepribadian, akhlak mulia). Maka guru dituntut untuk secara kreatif mampu memberikan motivasi dan merangsang peserta didik dalam gairah memiliki pengetahuan serta akhlak mulia.

Suasana belajar mengajar berkaitan dengan metoda ajar seorang guru dalam suatu mata pelajaran. Guru disini, dituntut untuk secara kreatif mampu menyampaikan pelajaran dengan metode yang tidak monoton tetapi harus mampu merangsang siswa untuk lebih giat menggali materi dan senang terhadap pelajaran yang diajarkan.

Selain itu, berkaitan dengan materi ajar. Setiap guru dituntut untuk lebih paham tentang materi yang diajarkan. Apalagi dewasa ini teknologi informasi – internet – telah merasuki para pelajar. Sehingga pengetahuan dengan mudah dapat diakses dalam berbagai situs yang mendidik. Karenanya guru harus lebih paham dunia pengetahuan dan dapat mengarahkan siswa dalam penggunaan internet. Jangan hanya menjadi guru SKS (Sistem Kebut Semalam), berargumen guru selalu menang atas pengetahuan siswanya.

Tuntutan era globalisasi yang menjadikan informasi sebagai sumberdaya percepatan perilaku ekonomi, politik, sosial, dan budaya, menyebabkan arus dan daya serap informasi dilakukan melalui media elektronik yang serba cepat pula. Dunia pendidikan sudah barang tentu terimbas dengan situasi ini. Sehingga diperlukan seorang guru yang kreatif dalam mengemas materi ajar terhadap peserta didiknya.

Peningkatan kemampuan guru adalah suatu keharusan. Dengan tingkat gaji yang sudah “layak” semestinya semakin mendorong guru meningkatkan diri dalam pengetahuan dan kualitas dirinya. Sehingga dapat memanusiakan siswanya ke arah yang lebih baik, mempunyai pengetahuan dan memiliki nilai-nilai keimanan.

UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen merupakan bukti yuridis terhadap komitmen bangsa Indonesia untuk membangun status guru sebagai profesi yang kuat. Pengejawantahan itu sertifikasi guru dan beberapa penilaian mutu guru harus terus ditingkatkan di semua jenjang pendidikan.

Di tengah kehidupan budaya bebas dan tingkat pengetahuan yang semakin tinggi. Karena pendidikan bukan hanya mengejar angka belaka, sekaligus mentransfer nilai-nilai kehidupan. Maka ke depan dibutuhkan guru-guru yang kreatif dalam metode ajar dan memahami betul materi pelajaran yang diberikan kepada siswanya.

dimuat, Radar Bekasi,5 Mei 2010
Selengkapnya...

Minggu, 14 Maret 2010

Kota Pancasila, bukan berarti anti Pancasila

13 tahun HUT kota Bekasi menampilkan berbagai pesona. Ditandai dengan penanaman tiang pancang fly over jalan Ahmad Yani proyek summarecon oleh Gubernur Jabar. Kini di tengah kepercayaan diri yang semakin tinggi. Walikota Mochtar Muhamad bersama Ketua Karang Taruna Pusat Dody Susanto akan bermaksud mengganti moto kota Patriot menjadi kota Pancasila.



Sejatinya, sebuah kota mendapat gelar atau moto berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam berdirinya sebuah kota. Kalau merunut dari perjalanan bangsa, kota Bekasi pantas disebut sebagai kota Patriot – kota perjuangan karena nilai-nilai perjuangan kemerdekaan terjadi dalam wilayah Bekasi. Kiprah masyarakat Bekasi dalam kilasan perjuangan bangsa, tercatat melalui karya seorang Chairil Anwar dalam puisi “Kerawang - Bekasi, Pusi Pramudya Ananta Toer “Di Tepi Kali Bekasi”.

Kota Bekasi, memang sudah tepat diberi moto sebagai kota Patriot. Alih-alih sebagai kota Pancasila merupakan hal yang aneh. Seharusnya perubahan atau penggantian itu berdasarkan kajian historis dan mendapat restu dari seluruh komponen masyarakat dan mendapat ketetapan dari DPRD Kota Bekasi.

Sedangkan apa yang digelorakan oleh Dody Susanto, dengan gerakan massif Pancasila melalui sekolah terbuka Pancasila. Adalah salah satu model penanaman nilai-nilai Pancasila kepada khalayak terutama pelajar sekolah, dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam materi ajarnya. Bukan untuk mengganti moto sebuah kota, tetapi member gelar sebuah kota akan perjuangan dan gerakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin daerah dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Jika Walikota dalam sebuah media mengatakan bahwa sudah melakukan kajian dan tinggal mendapat restu, perlu dipertanyakan lebih lanjut. Karena ide mengganti moto itu belum beberapa bulan saja. Setelah pertemuan Walikota dengan Ketua karang Taruna dalam program kantin kejujuran. Yang sampai kini pun kantinnya masih terseok, banyak yang bangkrut. Kalau walikota tidak terbukti memiliki kajian historis yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dari tokoh masyarakat, sejarahwan dan akademisi. Berarti beliau melakukan kebohongan publik.

Berbeda moto antara Kota Pancasila dengan Kota Patriot. Kota Patriot memang dari dulu dan berdasarkan referendum serta kajian anggota DPRD, kota Bekasi sejak berdiri memiliki moto sebagai kota Patriot. Sedangkan kota Pancasila, dalam situs www.mpr.go.id, Dody Susanto mengatakan alasannya adalah “Sebab Kota Bekasi memiliki Sekolah Terbuka Pancasila paling banyak di Indonesia, jumlahnya mencapai 63 sekolah,” ujar Dody.
Malah pada hari penetapannya Dody katanya akan mengerahkan sebanyak 600.000 pelajar untuk memeriahkan peresmian Kota Bekasi menjadi Kota Pancasila. Artinya penggantian moto itu bukan berdasarkan kajian historis atau kajian ilmiah.

Kota Pancasila berkesan bahwa seluruh komponen masyarakat, terutama para pemimpinpinnya telah benar-benar mengamalkan sila-sila Pancasila. Kita sepakat untuk diberi gelar kota Pancasila tidak berbeda jauh dengan gelar kota Adipura. Namun, kalau pemimpinnya masih semena-mena terhadap wong cilik, otoriter dan tidak mengedepankan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Maka alangkah naïf dan berbohong, Kota yang tidak Pancasilais.

Kalaupun tetap dipaksakan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur dan harus kita hormati, ternyata dirusak oleh anak bangsa yang dengan gegabah menurunkan derajat keluhuran Pancasila hanya karena mengejar sekedar gelar, bukan menanamkan nilai-nilainya.

Menolak penggantian moto kota Patriot menjadi kota Pancasila pun bukan berarti anti Pancasila. Tetapi justru kita adalah orang-orang yang menjaga dan tetap melestarikan nilai-nilai Pancasila dari orang yang hanya membuat Pancasila menjadi emblem – gelar belaka.

Sunggruh sebuah ironi dan pembohongan publik. Bahkan bisa dibilang amnesia sejarah. Jika hanya karena berdirinya sekolah terbuka harus mengganti moto kota Patriot menjadi kota Pancasila. Benar-benar tidak memiliki akal sehat, kalau seorang pemimpin dengan seenaknya mengganti sebuah ikon yang sudah melalui perjuangan dan mengandung nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh masyarakat Bekasi tempo dulu.
Selengkapnya...