Minggu, 14 Maret 2010

Kota Pancasila, bukan berarti anti Pancasila

13 tahun HUT kota Bekasi menampilkan berbagai pesona. Ditandai dengan penanaman tiang pancang fly over jalan Ahmad Yani proyek summarecon oleh Gubernur Jabar. Kini di tengah kepercayaan diri yang semakin tinggi. Walikota Mochtar Muhamad bersama Ketua Karang Taruna Pusat Dody Susanto akan bermaksud mengganti moto kota Patriot menjadi kota Pancasila.



Sejatinya, sebuah kota mendapat gelar atau moto berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam berdirinya sebuah kota. Kalau merunut dari perjalanan bangsa, kota Bekasi pantas disebut sebagai kota Patriot – kota perjuangan karena nilai-nilai perjuangan kemerdekaan terjadi dalam wilayah Bekasi. Kiprah masyarakat Bekasi dalam kilasan perjuangan bangsa, tercatat melalui karya seorang Chairil Anwar dalam puisi “Kerawang - Bekasi, Pusi Pramudya Ananta Toer “Di Tepi Kali Bekasi”.

Kota Bekasi, memang sudah tepat diberi moto sebagai kota Patriot. Alih-alih sebagai kota Pancasila merupakan hal yang aneh. Seharusnya perubahan atau penggantian itu berdasarkan kajian historis dan mendapat restu dari seluruh komponen masyarakat dan mendapat ketetapan dari DPRD Kota Bekasi.

Sedangkan apa yang digelorakan oleh Dody Susanto, dengan gerakan massif Pancasila melalui sekolah terbuka Pancasila. Adalah salah satu model penanaman nilai-nilai Pancasila kepada khalayak terutama pelajar sekolah, dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam materi ajarnya. Bukan untuk mengganti moto sebuah kota, tetapi member gelar sebuah kota akan perjuangan dan gerakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin daerah dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Jika Walikota dalam sebuah media mengatakan bahwa sudah melakukan kajian dan tinggal mendapat restu, perlu dipertanyakan lebih lanjut. Karena ide mengganti moto itu belum beberapa bulan saja. Setelah pertemuan Walikota dengan Ketua karang Taruna dalam program kantin kejujuran. Yang sampai kini pun kantinnya masih terseok, banyak yang bangkrut. Kalau walikota tidak terbukti memiliki kajian historis yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dari tokoh masyarakat, sejarahwan dan akademisi. Berarti beliau melakukan kebohongan publik.

Berbeda moto antara Kota Pancasila dengan Kota Patriot. Kota Patriot memang dari dulu dan berdasarkan referendum serta kajian anggota DPRD, kota Bekasi sejak berdiri memiliki moto sebagai kota Patriot. Sedangkan kota Pancasila, dalam situs www.mpr.go.id, Dody Susanto mengatakan alasannya adalah “Sebab Kota Bekasi memiliki Sekolah Terbuka Pancasila paling banyak di Indonesia, jumlahnya mencapai 63 sekolah,” ujar Dody.
Malah pada hari penetapannya Dody katanya akan mengerahkan sebanyak 600.000 pelajar untuk memeriahkan peresmian Kota Bekasi menjadi Kota Pancasila. Artinya penggantian moto itu bukan berdasarkan kajian historis atau kajian ilmiah.

Kota Pancasila berkesan bahwa seluruh komponen masyarakat, terutama para pemimpinpinnya telah benar-benar mengamalkan sila-sila Pancasila. Kita sepakat untuk diberi gelar kota Pancasila tidak berbeda jauh dengan gelar kota Adipura. Namun, kalau pemimpinnya masih semena-mena terhadap wong cilik, otoriter dan tidak mengedepankan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Maka alangkah naïf dan berbohong, Kota yang tidak Pancasilais.

Kalaupun tetap dipaksakan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur dan harus kita hormati, ternyata dirusak oleh anak bangsa yang dengan gegabah menurunkan derajat keluhuran Pancasila hanya karena mengejar sekedar gelar, bukan menanamkan nilai-nilainya.

Menolak penggantian moto kota Patriot menjadi kota Pancasila pun bukan berarti anti Pancasila. Tetapi justru kita adalah orang-orang yang menjaga dan tetap melestarikan nilai-nilai Pancasila dari orang yang hanya membuat Pancasila menjadi emblem – gelar belaka.

Sunggruh sebuah ironi dan pembohongan publik. Bahkan bisa dibilang amnesia sejarah. Jika hanya karena berdirinya sekolah terbuka harus mengganti moto kota Patriot menjadi kota Pancasila. Benar-benar tidak memiliki akal sehat, kalau seorang pemimpin dengan seenaknya mengganti sebuah ikon yang sudah melalui perjuangan dan mengandung nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh masyarakat Bekasi tempo dulu.
Selengkapnya...