Kamis, 26 Agustus 2010

Membebaskan Dari Tuhan-tuhan Dunia


"Hening" itulah yang dikisahkan saat turunnya Al-quran. Muhammad SAW, saat menerima ayat pertama dalam pengasingan diri (khalwat) di gua hiro, sebuah gua yang berada di gunung Nur (Jabbal Nur), sekitar 6 km sebelah timur Mekah. Baca! kata (ayat) pertama yang mengandung makna begitu dalam dan luas. Membaca diri (introspeksi) dan menyelami kondisi masyarakat yang begitu bar-bar, berkasta dengan menghalalkan segala cara untuk saling menguasai.

Dari keheningan itulah. Muhammad Al Amin, yang dipercaya, memang berbeda dengan masyarakat Quraisy umumnya. Lebih banyak diam dan menjauhi perbuatan orang-orang Arab zaman itu, yang senang berfoya-foya dan rakus kuasa, harta dan wanita.
Begitu keluar dari pengasingannya, secara perlahan dan senyap Muhammad melakukan gerakan yang tidak diduga dampaknya hingga sekarang. Sehingga wajar Michael H. Hart, seorang ahli astronomi dan ahli sejarah terkenal di Amerika Serikat dalam bukunya "The 100", menempatkan Muhammad di urutan pertama yang memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat di dunia.

Dengan bekal jati diri yang dipercaya, dan Al quran, petunjuk langsung dari Tuhan seluruh alam. Muhammad melakukan perombakan segala kehidupan manusia. Hingga Islam, ajaran - ad dien - yang disebarkannya benar-benar memberi kedamaian dan ketenangan bagi seluruh isi alam raya ini.

Nuzulul quran, turunnya kitab suci yang memberi konsep-konsep kehidupan yang selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia. Karenanya, quran hakikatnya diturunkan untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema manusia dan seisi alam, apa pun dan di manapun.

Dengan bahasa yang indah, berbeda dengan bahasa Arab umumnya. Bahasa Al Qur'an, bukanlah bahasa sehari-hari. Menjadi bahasa pengantar Allah kepada manusia. Keunggulan dan keindahan bahasa dan struktur kalimatnya, sulit ditandingi oleh bahasa-bahasa lainnya. Bukan hanya kemudahan diingat dan enak dilantunkan serta nikmat didengar. Bahasa quran juga berada pada kedalaman struktur, keseimbangan , dan tatanan informasi yang sulit dibandingkan dalam dunia tata tulis manusia.

Alquran yang turun dalam hening, telah menjadi fundamen Muhammad dalam merubah kondisi sosial jahiliyah Arab dan menyebar seantero dunia. Sejatinya, peringatan rutin nuzulul quran dan malam lailatul qadar yang banyak ditunggu umat muslim. Juga dapat berdampak pada segala kehidupan sosial.

Karena Quran sebagai pengingat dan pedoman mengingatkan bahwa setiap muslim yang membaca quran adalah manusia paripurna yang memiliki jiwa luas, arif dan pantang menyerah. Jadi diri yang menebar kebaikan dan kedamaian segala umat. Memerangi kebodohan, kemiskinan dan kesombongan dunia yang memabukkan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran, surah Al Fathir ayat 19: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi".

Dengan sholat, secara vertikal menyerahkan dan menggantungkan diri hanya kepada Sang Khalik. Dan secara horizontal berimplikasi menghargai dan menyebar dengan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan. Minimal sifat rahman dan rahim, kasih sayang terhadap sesama. Memberi nafkah orang yatim dan membantu orang susah. Membebaskan manusia dari tuhan-tuhan dunia, harta, tahta dan wanita.

Jika melihat kondisi ummat Islam pada saat al-Quran diturunkan, semua peristiwa di masa lalu itu dibangkitkan melalui perenungan. Jadi ada kesamaan konteks ketika al-Quran diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya.

Momentum peringatan nuzulul quran, yang tahun ini jatuh pada bulan Agustus. Hari Kemerdekaan ke-65 RI. Mampu memberi kemerdekaan bagi diri dan masyarakat. Sehingga Islam, benar-benar merasuk hingga ke relung jiwa terdalam, dan memberi kedamaian dan rahmatnya dirasakan seisi alam.
Selengkapnya...

Rabu, 25 Agustus 2010

Dicari Guru Kreatif

Pendidikan merupakan tanggungjawab seluruh elemen masyarakat. Namun kualitas hasil pendidikan tidak dipungkiri terletak di pundak para guru, sebagai pelaksana pendidikan.
Beban ini semakin berat dengan hadirnya teknologi informasi yang juga mempengaruhi kehidupan peserta didik dalam kehidupan masyarakat. Menuntut ekstra keras para pendidik dalam menjawab tantangan jaman.


Sementara hakikat pendidikan itu merupakan proses transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Hal ini berkaitan dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatakan bahwa pendidikan itu sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jelas pengertian itu menunjukkan bahwa salah satu tugas pendidik dalam hal ini guru untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran di sekolah. Jika pendidikan hanya mentransfer ilmu pengetahuan semata, maka kekhawatiran Paulo Freire bahwa pendidikan hanya ibarat sistem bank (banking-system). Dalam artian peserta didik dianggap sebagai safe-deposit-box dimana guru mentransfer bahan ajar kepada peserta didik. Menurut Freire, pendidikan itu harus merupakan upaya memanusiakan manusia.

Sementara menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses transformasi kehidupan ke arah yang lebih baik secara terus menerus. Pendidikan menurut Dewey, bukanlah tujuan, melainkan perkembangan tanpa akhir, seperti hidup itu sendiri. Pendidikan menurutnya tidak berbicara mengenai angka, melainkan nilai.

Mengingat beberapa pengertian di atas dan tuntutan kehidupan di masyarakat, bahwa pendidikan merupakan pencapaian peserta didik dalam pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan (kepribadian, akhlak mulia). Maka guru dituntut untuk secara kreatif mampu memberikan motivasi dan merangsang peserta didik dalam gairah memiliki pengetahuan serta akhlak mulia.

Suasana belajar mengajar berkaitan dengan metoda ajar seorang guru dalam suatu mata pelajaran. Guru disini, dituntut untuk secara kreatif mampu menyampaikan pelajaran dengan metode yang tidak monoton tetapi harus mampu merangsang siswa untuk lebih giat menggali materi dan senang terhadap pelajaran yang diajarkan.

Selain itu, berkaitan dengan materi ajar. Setiap guru dituntut untuk lebih paham tentang materi yang diajarkan. Apalagi dewasa ini teknologi informasi – internet – telah merasuki para pelajar. Sehingga pengetahuan dengan mudah dapat diakses dalam berbagai situs yang mendidik. Karenanya guru harus lebih paham dunia pengetahuan dan dapat mengarahkan siswa dalam penggunaan internet. Jangan hanya menjadi guru SKS (Sistem Kebut Semalam), berargumen guru selalu menang atas pengetahuan siswanya.

Tuntutan era globalisasi yang menjadikan informasi sebagai sumberdaya percepatan perilaku ekonomi, politik, sosial, dan budaya, menyebabkan arus dan daya serap informasi dilakukan melalui media elektronik yang serba cepat pula. Dunia pendidikan sudah barang tentu terimbas dengan situasi ini. Sehingga diperlukan seorang guru yang kreatif dalam mengemas materi ajar terhadap peserta didiknya.

Peningkatan kemampuan guru adalah suatu keharusan. Dengan tingkat gaji yang sudah “layak” semestinya semakin mendorong guru meningkatkan diri dalam pengetahuan dan kualitas dirinya. Sehingga dapat memanusiakan siswanya ke arah yang lebih baik, mempunyai pengetahuan dan memiliki nilai-nilai keimanan.

UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen merupakan bukti yuridis terhadap komitmen bangsa Indonesia untuk membangun status guru sebagai profesi yang kuat. Pengejawantahan itu sertifikasi guru dan beberapa penilaian mutu guru harus terus ditingkatkan di semua jenjang pendidikan.

Di tengah kehidupan budaya bebas dan tingkat pengetahuan yang semakin tinggi. Karena pendidikan bukan hanya mengejar angka belaka, sekaligus mentransfer nilai-nilai kehidupan. Maka ke depan dibutuhkan guru-guru yang kreatif dalam metode ajar dan memahami betul materi pelajaran yang diberikan kepada siswanya.

dimuat, Radar Bekasi,5 Mei 2010
Selengkapnya...

Minggu, 14 Maret 2010

Kota Pancasila, bukan berarti anti Pancasila

13 tahun HUT kota Bekasi menampilkan berbagai pesona. Ditandai dengan penanaman tiang pancang fly over jalan Ahmad Yani proyek summarecon oleh Gubernur Jabar. Kini di tengah kepercayaan diri yang semakin tinggi. Walikota Mochtar Muhamad bersama Ketua Karang Taruna Pusat Dody Susanto akan bermaksud mengganti moto kota Patriot menjadi kota Pancasila.



Sejatinya, sebuah kota mendapat gelar atau moto berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam berdirinya sebuah kota. Kalau merunut dari perjalanan bangsa, kota Bekasi pantas disebut sebagai kota Patriot – kota perjuangan karena nilai-nilai perjuangan kemerdekaan terjadi dalam wilayah Bekasi. Kiprah masyarakat Bekasi dalam kilasan perjuangan bangsa, tercatat melalui karya seorang Chairil Anwar dalam puisi “Kerawang - Bekasi, Pusi Pramudya Ananta Toer “Di Tepi Kali Bekasi”.

Kota Bekasi, memang sudah tepat diberi moto sebagai kota Patriot. Alih-alih sebagai kota Pancasila merupakan hal yang aneh. Seharusnya perubahan atau penggantian itu berdasarkan kajian historis dan mendapat restu dari seluruh komponen masyarakat dan mendapat ketetapan dari DPRD Kota Bekasi.

Sedangkan apa yang digelorakan oleh Dody Susanto, dengan gerakan massif Pancasila melalui sekolah terbuka Pancasila. Adalah salah satu model penanaman nilai-nilai Pancasila kepada khalayak terutama pelajar sekolah, dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam materi ajarnya. Bukan untuk mengganti moto sebuah kota, tetapi member gelar sebuah kota akan perjuangan dan gerakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin daerah dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Jika Walikota dalam sebuah media mengatakan bahwa sudah melakukan kajian dan tinggal mendapat restu, perlu dipertanyakan lebih lanjut. Karena ide mengganti moto itu belum beberapa bulan saja. Setelah pertemuan Walikota dengan Ketua karang Taruna dalam program kantin kejujuran. Yang sampai kini pun kantinnya masih terseok, banyak yang bangkrut. Kalau walikota tidak terbukti memiliki kajian historis yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dari tokoh masyarakat, sejarahwan dan akademisi. Berarti beliau melakukan kebohongan publik.

Berbeda moto antara Kota Pancasila dengan Kota Patriot. Kota Patriot memang dari dulu dan berdasarkan referendum serta kajian anggota DPRD, kota Bekasi sejak berdiri memiliki moto sebagai kota Patriot. Sedangkan kota Pancasila, dalam situs www.mpr.go.id, Dody Susanto mengatakan alasannya adalah “Sebab Kota Bekasi memiliki Sekolah Terbuka Pancasila paling banyak di Indonesia, jumlahnya mencapai 63 sekolah,” ujar Dody.
Malah pada hari penetapannya Dody katanya akan mengerahkan sebanyak 600.000 pelajar untuk memeriahkan peresmian Kota Bekasi menjadi Kota Pancasila. Artinya penggantian moto itu bukan berdasarkan kajian historis atau kajian ilmiah.

Kota Pancasila berkesan bahwa seluruh komponen masyarakat, terutama para pemimpinpinnya telah benar-benar mengamalkan sila-sila Pancasila. Kita sepakat untuk diberi gelar kota Pancasila tidak berbeda jauh dengan gelar kota Adipura. Namun, kalau pemimpinnya masih semena-mena terhadap wong cilik, otoriter dan tidak mengedepankan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Maka alangkah naïf dan berbohong, Kota yang tidak Pancasilais.

Kalaupun tetap dipaksakan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur dan harus kita hormati, ternyata dirusak oleh anak bangsa yang dengan gegabah menurunkan derajat keluhuran Pancasila hanya karena mengejar sekedar gelar, bukan menanamkan nilai-nilainya.

Menolak penggantian moto kota Patriot menjadi kota Pancasila pun bukan berarti anti Pancasila. Tetapi justru kita adalah orang-orang yang menjaga dan tetap melestarikan nilai-nilai Pancasila dari orang yang hanya membuat Pancasila menjadi emblem – gelar belaka.

Sunggruh sebuah ironi dan pembohongan publik. Bahkan bisa dibilang amnesia sejarah. Jika hanya karena berdirinya sekolah terbuka harus mengganti moto kota Patriot menjadi kota Pancasila. Benar-benar tidak memiliki akal sehat, kalau seorang pemimpin dengan seenaknya mengganti sebuah ikon yang sudah melalui perjuangan dan mengandung nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh masyarakat Bekasi tempo dulu.
Selengkapnya...

Minggu, 13 September 2009

PUASA KEBANGSAAN

MOMENTUM KEMERDEKAAN KE-64 TAHUN. Ditandai dengan wajah negeri yang berseri, setelah ditetapkannya dan dilantik anggota DPRD di berbagai daerah. Juga ditetapkannya hasil pemilihan presiden 2009, dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Budiono sebagai presiden dan wakil presiden 2009 – 2014 terpilih.


Lakon pileg dan pilpres 2009 – 2014 sudah usai, walau masih memberikan berbagai catatan untuk perbaikan ke depan. Tetapi semua dilaksanakan dengan damai dan bersatu, semua kontestan menerima hasil akhir dari ketetapan MK, sebagai pintu terakhir keputusan hasil perundangan dan sengketa pemilu.

Sekali lagi, demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan aman, damai dan tenteram. Demokrasi juga bukan hal yang baru bagi rakyat Indonesia, karena pemilihan kepala desa sebagai cikal bakal telah tumbuh di kehidupan bermasyarakat jauh sebelum demokrasi didengungkan oleh berbagai pihak.

Sifat legowo dan arif telah ditunjukan oleh tokoh-tokoh politik. Pemilu dan pilpres, sejatinya merupakan kemenangan rakyat Indonesia yang telah dengan seksama dan cerdas berpartisipasi aktif dalam kesuksesan pemilu. Kini dengan hasil pemilu, pilpres serta 64 tahun kemerdekaan RI, menjadi modal untuk melangkah menciptakan kejayaan bangsa dan Negara. Bukan saatnya lagi saling menyalahkan dan mencari kambing hitam. Kebersamaan harus segera diciptakan demi membangun negeri.

Kemerdekaan bukanlah berarti kebebasan tanpa batas yang lebih mengutamakan adanya kebebasan individu. Tetapi kemerdekaan Indonesia adalah hasil jerih payah perjuangan seluruh bangsa Indonesia yang patriotik, sehingga kebersamaan merupakan titik sentral yang menjadi arah setiap individu sebagai warga negara berkiprah demi kemajuan bangsa.

Karena bangsa ini menunggu seluruh komponen bangsa untuk menuntaskan ketertinggalan dan menggapai cita-cita luhur founding fathers yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus, umat Islam di Indonesia dan seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa Ramadhan 1430 H. Puasa bermakna mengosongkan lahir dan bathin, serta menjadi momentum semua bangsa untuk merefleksi diri secara vertikal kepada sang Khalik dan melapangkan dada dengan menghargai serta banyak memberi manfaat kepada sesama.

Bukankah, hakekat puasa itu tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, serrta mengendalikan hawa nafsu? Tetapi secara makro puasa dapat membentuk manusia berkualitas: bertaqwa, berdisiplin tinggi, jujur dan sabar serta berfikir positif dalam menghadapi persoalan hidup.

Jika kesimbangan antar lahir dan bathin dalam kerangka mengisi kemerdekaan dilaksanakan dengan sepenuh jiwa. Niscaya tidak akan ditemukan lagi perilaku yang hanya mementingkan diri sendiri dan golongan. Karena kesejahteraan seluruh diri – warga negara – adalah cita yang secara implisit termaktub dalam puasa dan kemerdekaan.

Momentum puasa dan kemerdekaan ini, menjadi media meningkatkan kemampuan diri, kesucian hati dan menebar kedamaian untuk seluruh umat. Puasa juga bermakna memerdekakan diri dari perbuatan-perbuatan yang kurang terpuji terhadap sesama, dan sebagai upaya membaktikan diri untuk kesejahteraan bangsa, demi kejayaan Indonesia yang lebih bermartabat.
Selengkapnya...

AKSI BUDAYA

Nasib Reog Ponorogo tidak sehebat tari Pendet. Walau sama-sama bernilai mistik, namun tari pendet begitu diklaim dalam iklan visit Malaysia sebagai bagian budaya negeri jiran. Langsung mendapat dukungan dan reaksi yang memancing amarah, dengan sweeping warga Malaysia.



Aksi sweeping, baik diorganisir atau tidak merupakan bagian dari reaksi atas ketidak berdayaan pemerintahan yang menganggap biasa klaim Malaysia dan perlawanan atas kepongahan negeri jiran itu. Sejatinya pemerintahlah yang harus melakukan counter terhadap kesewenangan pemerintahan Malaysia.

Sekali lagi, identitas negeri ini akan pudar seiring dengan masuknya budaya asing yang terus menggerus kehidupan lewat media elektronik di ruang keluarga. Apalagi negeri ini sudah diporak poranda oleh kepentingan ekonomi asing melalui LSM (yang menjadi mitra NGO), pengusaha, cukong dan anggota legislatif yang tanpa sadar memperjualbelikan undang-undang untuk memuluskan kepentingan luar negeri baik dalam ranah budaya, pertahanan dan ekonomi. Apa reaksi masyarakat, terutama cerdik cendikia Indonesia melihat gelagat bangsa yang akan hilang jati dirinya ini???

Keberhasilan batik diakui UNESCO sebagai budaya asli Indonesia, harusnya menjadi pelajaran bahwa pemerintah dapat menggerakan seluruh potensi untuk menguatkan kembali identitas bangsa ini. Aksi Malaysia dengan mencaplok reog ponorogo, sipadan, Ligitan dan upaya luar yang akan menjadikan bangsa ini sebagai rakyat atau Negara konsumen yang hanya menjadi objek pasar harus menggugah kesadaran kebangsaan. Apakah negeri ini tetap menjadi negeri penonton dan objek?

Seluruh komponen negeri ini harus segera bereaksi atas aksi-aksi yang akan memperlemah budaya, politik dan ekonomi Indonesia. Dan Pemerintah sebagai pelaku utama segera sadar dan melakukan penguatan identitas, lihatlah Malaysia di tengah keberhasilannya mereka menguatkan kembali identitas bangsanya walau harus dengan mencuri.

Bagaimana Indonesia? Penguatan ekonomi tidak terkejar, identitas semakin luntur, politik luar negeri dan pertahanan bisa lemah… Ayo bangkit, bersatu, untuk kemandirian Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lebih bermartabat…
Selengkapnya...

Rabu, 26 Agustus 2009

8-8

Teroris adalah kejahatan yang mengancam terhadap keamanan dan pertahanan Negara. Lingkup teroris bukan saja kejahatan kriminal biasa yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi merupakan kejahatan yang mengancam terhadap pertahanan Negara.


Penyerbuan Temanggung (Jawa Tengah) dan Jatiasih (Bekasi). Bukan saja menunjukan sebagai keberhasilan Polri dalam hal ini Densus 88, tetapi menyiratkan sejumlah tanya.
Penggerebekan mulai dilakukan pada Jumat (7/8/2009) malam hingga Sabtu (8/8/2009) dinihari. Di Temanggung polisi dengan 600 personel Densus 88 dengan senjata lengkap dan bom robotic, menyerbu dan menewaskan Ibrohim – buron bom Marriot. Awalnya dianggap Noordin M Top, akhirnya diketahui seorang Ibrohim - buron pelaku bom di kedubes Australia.
Sementara di Jatiasih (Bekasi), polisi menembak dua orang penghuni rumah itu yang mencoba kabur. Polisi melumpuhkan 2 pelaku, Air Setyawan dan Eko Peyang, yang diduga sebagai jaringan Noordin M Top. Dengan barang bukti darah di jok belakang mobil jenis Daihatsu Xenia warna merah AD 9324 DO dan pick up terbuka Mitsubishi.
Saya menyaksikan langsung. Ini pun setelah mendapat telepon dari seorang perwira Polri pada pukul 02.30 WIB, yang menginformasikan Kapolri sudah berada di TKP. Tetapi penangkapan sudah dilakukan. Begitu sampai di TKP, anggota Densus 88 sibuk menyisir lokasi.
Sekitar pukul 4.00 Wib, Kapolri melaksanakan press conference. Menyatakan bahwa pelaku yang ditangkap adalah Air Setyawan dan Eko Peyang, buron bom Kuningan. Keduanya mati setelah ditembak anggota Densus 88, setelah sebelumnya melakukan perlawanan.
Penangkapan di Temanggung dan Jatiasih dilakukan pada waktu yang sama yakni Jumat 7-8-2009 dan berakhir pada Sabtu, 8-8-2009. Negeri ini selalu percaya dengan mistik angka. 17-8-45, hari proklamasi memiliki makna mistis di hati Soekarno, 1808 kamar pelaku bom juga diutak atik dengan angka; apakah berkaitan dengan Penetapan Pembukaan UUD 1945 oleh PPKI yang menyiratkan dan menghapus sila 1, “Ketuhanan yang Maha Esa, dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”.
Namun yang jelas 8-8, saat penangkapan teroris besar-besaran oleh Densus 88 merupakan kejadian luar biasa yang diekspos media tentang keberhasilan penangkapan dengan pasukan terbanyak dan hanya menangkap 3 orang pelaku itupun mati semua.
Makna 8-8, itu mungkin hanya Tuhan yang tahu.
Selengkapnya...

Ada Apa Dengan Kita

Ada apa dengan Malaysia era 2000-an ini. Pasca kepemimpinan Mahatir Muhammad yang sukses dengan menjadikan negeri kuat dalam ekonomi. Kini, kepemimpinannya lebih menohok dengan penguatan budaya. Hingga budaya tetangga dijadikan dan ditetapkan sebagai budaya nasionalnya.



Setelah Reog Ponorogo diklaim sebagai kebudayaan asli Malaysia. Dan mengakui lagu Rasa Sayange dari Maluku, Kerajinan Batik, Reog Ponorogo, Kuda Lumping dan Angklung. Kini dengan promosi pariwisata dalam bentuk iklan memamerkan tari Pendet Bali sebagai salah satu daya tarik wisatanya.
Alih-alih sebagai bahasa promosi. Namun yang harus dicermati adalah ada sebuah pergeseran yang sangat tajam dalam penguatan identitas negeri jiran itu, di tengah rakyat dan pemerintah Indonesia yang sedang bergelut dengan masalah sosial dan politik. Belum lagi persoalan dengan bomber menakutkan sang alligator Noordin M Top dan Azhari (yang keduanya berasal dari Malaysia).
Yang menyedihkan lagi, saat sidang rutin tahunan DPR RI jelang tanggal 17 Agustus 2009. Pada saat Presiden datang, dinyanyikan lagu mengheningkan cipta. Tidak ada lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan. Walau diakui Ketua DPR RI, Agung Laksono sebagai kesalahan protokol. Tetapi sebagai agenda nasional dan acara kenegaraan sekelas DPR RI yang ditayangkan secara langsung melalui televisi nasional, harus luput?
Menanggapi klaim Malaysia, reaksi pemerintah dan warga Indonesia hanya biasa saja? Apakah rasa memiliki budaya dan nasionalisme warga Indonesia sudah berkurang? Atau kita memang tidak perlu identitas lagi?
Sejatinya, kondisi ini menyadarkan kaum intelektual, budayawan, pemerintah dan anggota legsilatif serta seluruh rakyat indonesia. Bahwa apakah negeri ini hanya cukup merasa bahagia dan senang di hati, tanpa harus mengekspos identitas kebanggaan bangsa.
Kaum intelektual khususnya bidang seni dan budaya, seharusnya segera melakukan inventarisasi kesenian dan budaya yang menjadi ciri khas – identitas budaya bangsa. Dan sesegera mungkin memberikan kembali pelajaran tentang macam-macam seni budaya di sekolah-sekolah dari SD hingga SLTA. Apakah untuk nasionalisme dan keutuhan bangsa ini, dana selalu menjadi masalah?
Selengkapnya...