Sabtu, 11 April 2009

Pemilu dan Sepakbola

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilu Presiden diakui sebagai pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia. Pilkada atau Pemilu sebagai bagian dari demokrasi berarti juga adalah sebuah permainan. Demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani demos: rakyat, dan cratein/kratos: pemerintahan, mengandung makna pemerintahan rakyat. Sehingga dalam hal ini demokrasi berarti permainan dalam merebut kekuasaan, merebut hati rakyat. Bingkai demokrasi dalam pengertian luas adalah suara terbanyak.

Dalam ilmu politik, demokrasi dianggap sebagai salah satu indikator kemajuan peradaban suatu negara. Sehingga negara-negara barat (maju) memaksa semua negara berkembang untuk melakukan demokrasi, lihat Irak atau Quba yang dipaksa untuk melaksanakan demokrasi atau pemilihan langsung.

Dalam mencapai kekuasaan itulah terjadi sebuah game. Ada peraturan juga ada sanksi, apa bedanya dengan permainan sepak bola atau olah raga lainnya??

Permainan olah raga sepak bola adalah sebuah permainan untuk saling mengalahkan dengan menjebloskan gol terbanyak. Yang menjebloskan gol terbanyak berarti menang. Dalam permainan sepak bola, ada peraturan, ada wasit dan penjaga garis, ada strategi – permainan indah kaya goyang samba, atau strategi cantik ala Arsenal atau MU. Menang dalam permainan profesional adalah keharusan, namun jika kalah adalah nilai-nilai sportif yang dikedepankan. “mengakui kelebihan lawan, untuk introspeksi, dan memperbaharui strategi jika suatu saat lagi ketemu”

Namun, di Indonesia seperti halnya budaya sepak bola yang masih jauh dari profesional. Politik (Pemilu, red) juga sama saja. Kalah – menang ditanggapi dengan emosional dan saling menyalahkan, bukan dijadikan pelajaran atau pengalaman berharga.

Memang betul demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan sukses. Karena dari dulu Indonesia telah menjalankan Pemilu yang damai dan tertib, tahun 1955 yang diikuti banyak partai dan patron ideologi politik masih kental, Indonesia berhasil menjalankan pemilihan langsung dengan aman dan tertib. Apalagi kalau kita telusuri di perkampungan, di desa-desa sebelum ada kelurahan – pemilihan kepala desa selalu diselenggarakan dengan tertib. Artinya Pemilu di Indonesia sudah tidak aneh lagi, sudah biasa gitu lho..

Cuma, karena banyaknya orang berambisi atas kekuasaan. Pilkada atau Pemilu jadi dicederai oleh segelintir orang yang tidak mau mengakui kekalahan, dibuatlah situasi yang bermacam-macam. Pemilu sama seperti sepak bola di Indonesia, bermain dengan curang, main mata dengan wasit (pelaksana pemilu). Sehingga keindahan demokrasi sedikit tercemar.

Kunci semuanya adalah hati setiap pelaku politik tidak bersih, tulus untuk memperjuangkan rakyat. Mereka hanya mengejar sebuah kemenangan bukan menikmati permainan, atau bermain dengan seoptimal mungkin. Padahal kalau mau menyejahterakan atau memperjuangkan rakyat, bukan hanya melalui kuasa pemerintah daerah atau kuasa legislatif. Banyak cara yang bisa diberikan untuk menyejahterakan rakyat, coba biaya untuk iklan, cetak tools kampanye diupayakan untuk pemberdayaan masyarakat. Pasti lebih berguna dan berdaya daripada membuat sampah dan jalan-jalan kotor..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar